Mobil Wakapolres Madina Dibakar, Polisi Buru Provokator Kerusuhan


Polisi tengah lakukan penyidikan masalah keonaran di Desa Mompang Julu, Kecamatan Panyabungan Utara, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, Senin (29/6). Tindakan demonstrasi tuntut transparan Pertolongan Langsung Tunai (BLT) COVID-19 itu disangka ditunggangi oleh kebutuhan segelintir pelaku.
Sampai pada akhirnya demonstrasi itu membuat Kepala Desa Mompang Julu Hendri Hasibuan memundurkan diri dari kedudukannya.
Kapolda Sumut Irjen Martuani Sormin menjelaskan, info yang diterimanya, sejauh ini kades itu diketahui baik. Serta faksinya belum mendapatkan ada pelanggaran sama seperti yang ditudingkan oleh beberapa demonstran.
"Pada umumnya laporan yang saya terima, kades ini sebenarnya bagus, tapi ada pelaku-oknum sebagai provokator," sebut Kapolda Sumut, Irjen Pol Martuani Sormin di Medan, Rabu (1/7).

1. Kemauan kades membagi rata BLT COVID-19 disalahartikan oleh pelaku provokator
Awalnya, masyarakat tuntut supaya BLT COVID-19 masih diterima dengan nominal Rp600 ribu. Sesuai ketentuan yang berlaku. Tetapi awalnya, piranti desa serta perwakilan warga telah bermufakat untuk membagi rata BLT COVID-19 tidak untuk kurang dari 1.500 kepala keluarga. Hingga tiap kepala keluarga cuma terima cuma Rp200.
Ketetapan membagi rata COVID-19 itu dibikin melalui musyawarah. "Saya percaya, aksi ini ada yang menyebabkan. Dengan cara hukum pelanggaran yang dilaksanakan kades, kami belum mendapatkan. Sebetulnya tujuannya baik tetapi ditranslate lain oleh faksi pihak lain.

2. Polda Sumut akan kejar provokator
Polda Sumut juga tengah lakukan penyidikan dalam perisitiwa keonaran itu. Dalam keonaran itu, massa memblok jalan, membakar 2 mobil termasuk juga punya Wakapolres Madina serta sepeda motor.
"Saya akan kerjakan, kelak nantikan saja saatnya. Sebab tiap pelanggaran akan ada sangsinya," tukas Martuani.

3. Urutan keonaran versus Polres Madina
Disamping itu, Kapolres Madina AKBP Horas Tua Silalahi menjelaskan, keonaran itu bermula dari pelemparan batu yang dilaksanakan oleh sekumpulan massa mengarah petugas yang berjaga. Mengakibatkan, enam personil polisi terluka.
Walau sebenarnya, semenjak pagi tindakan itu diawali, polisi telah lakukan usaha persuasif. Untuk buka blokade jalan dari massa. Ditambah lagi waktu tindakan blokade jalan itu banyak menyertakan beberapa anak, golongan ibu yang menggendong bayi, serta beberapa orang-tua. Serta situasi itu tidak sangat mungkin buat kepolisian untuk bertindak keras pada pengunjukrasa.
"Semenjak awal kami telah memberi pandangan pada pengunjukrasa supaya tidak lakukan tindakan blokade jalan, sebab bikin rugi banyak faksi. Kalaulah ingin demonstrasi silakan tetapi janganlah sampai memblok jalan. Itu kami berikan pada mereka. Kebetulan massa beberapa dari golongan beberapa anak, golongan ibu serta orang-tua yang tidak sangat mungkin buat kami untuk bertindak membuyarkan tindakan blokade jalan," tutur Horas Tua.

4. Lemparan batu mengarah polisi berlangsung waktu massa diharap membuyarkan diri di sore haru
Masyarakat masih menampik untuk buka blokade jalan yang mennghubungkan Sumut dengan Sumbar itu. Mereka masih menekan supaya tuntutan Kepala Desa mundur dari kedudukannya ditetapi.
"Pemkab Madina lewat pak Sekda serta yang lain telah minta waktu semasa 5 hari untuk mengolah kades, tetapi massa tidak menanggapinya serta perantaraan menjumpai jalan buntet sampai sore," katanya.
Usaha persuasif masih dilaksanakan sampai mendekati petang. Tetapi warga masih menampik buyar.
"Di waktu kami berupaya memberi pandangan pada massa seputar jam 17.10 Wib, mendadak ada pelemparan batu dari sekumpulan orang yang membuat massa kucar-kacir serta anggota kami situasi waktu itu tidak siap. Kami lihat itu bukan sisi dari warga yang demonstrasi mulai pagi. Kami lihat ini barisan pengacau, peluang ada provokator, kami tidak mengenali mereka. Sebab kami tidak ada bicara dengan barisan pengacau itu. Semasa demonstrasi berjalan kami lakukan kordinasi intensif dengan kordinator tindakan serta tokoh warga disana," katanya.

5. Polisi pernah kewalahan waktu kekacauan mulai semakin makin tambah meluas
Waktu insiden pelemparan batu itu, polisi tidak siap. Walau waktu itu mereka langsung membuat skema.

"Lihat lemparan batu kami selekasnya membuat skema mengatur massa dalam rencana membuat perlindungan masayarakat, termasuk juga anggota kami yang terserang. Pada akhirnya Wakapolres terjerat disana serta mobilnya ketinggalan. Kami ambil langkah untuk bertahan serta mengalah agar warga pengacau tidak memprovokasi terus. kami mundur, serta pada akhirnya kami tidak dapat menjaga mobil Wakapolres, mobil beliau dibakar massa," ujarnya.

Postingan populer dari blog ini

the writers modelled the outcomes for a collection of various degrees

Fumio Kishida said it was a case of "now or never."

threat of climate change